She Was Rainbow, but He Was Colorblind

Dua puluh satu tahun hidup saya banyak mendengar opini dan komentar orang lain tentang diri saya sendiri. Dari yang positif sampai yang negatif, dari yang meninggikan sampai yang merendahkan. Beberapa di antaranya, beberapa kali orang-orang sering mengomentari hal negatif tentang fisik di depan muka saya. Memiliki tubuh yang kurang tinggi dan kurang kurus memang kadang jadi sasaran empuk di-bully, saya pun mengakui kalau fisik saya demikian. Tapi kadang ada pula yang mengomentari wajah, itu yang saya kurang suka.

Suatu ketika saya menghampiri sebuah meja di mana ada teman perempuan saya di kantin. Dia sedang makan sesuatu yang ngga biasa disajikan oleh kantin tersebut. Saya bertanya gimana caranya mendapatkan makanan itu, dia kemudian menyuruh saya untuk mencoba bilang ke ibu kantin. Ketika saya meminta ke ibu kantin, ibunya bilang nggak bisa. Saya kembali ke meja saya sambil mengeluh ke teman saya. Di saat itu ada pacarnya yang baru datang. Ketika saya mengeluh kenapa-saya-nggak-bisa-dapat-sedangkan-teman-saya-bisa, si pacar nyeletuk "Faktor tampang kali." Ketika itu saya memang dengar, tapi saya coba klarifikasi, tapi teman perempuan saya sudah terlanjur memberi kode ke pacar agar tidak mengulangi kalimat itu. Hingga saat ini, kalimat itu masih cukup menyakitkan.

Nggak hanya itu, pernah juga teman laki-laki saya bilang "Kamu jelek." dengan serius di depan muka saya, ada pula seorang teman perempuan "Kamu tu nggak cantik, kamu tu menyenangkan." selain itu, ditambah sekarang adik saya kuliah di kampus yang sama dengan saya, otomatis lingkaran pertemanan kami hampir sama, sejak saat itu saya kerap dibandingkan dengan adik saya yang memang notabene lebih cantik daripada saya. "Kamu kok nggak kurus kayak adikmu?" "Adikmu lebih putih ya daripada kamu" "Adiknya Lala mah cantik, Lalanya?". 

Sungguh saya nggak masalah kalau memang bagi mas-pacar tampang saya nggak secantik pacarnya, saya nggak masalah kalo bagi teman saya saya nggak cantik dan jelek, dan saya malah senang punya adik yang lebih cantik daripada saya. Tapi, can you just be careful with your word?

I believe that every woman in this world is beautiful on her way.

Mungkin trend saat ini, cantik adalah tinggi, kurus, putih, rambutnya panjang. Tapi bagi saya, itu hanya opini orang-orang tertentu saja. Please don't make your opinion become social standard.

Kalau yang kurus yang cantik, lalu apa kabar Adele?
Kalau yang putih yang cantik, lalu apa kabar Beyonce?
Kalau yang rambut panjang yang cantik, lalu apakah Emma Watson yang berambut pendek jadi jelek?
Kalau yang tinggi yang cantik lalu apa kabar saya? Ehe.

Saya tahu mungkin kadang orang-orang bercanda tapi menurut saya laki-laki yang berkomentar negatif untuk fisik perempuan itu sangat nggak beretika. Apalagi yang sukanya membandingkan dengan perempuan lain yang lebih dalam bla bla. Hey, we don't ask God to have this kind of body and face. Mungkin perempuan-perempuan favorit kalian itu beruntung karena memiliki wajah dan tubuh sesuai selera sosial. But it doesn't mean that we are ugly, right?

Jadi kalian para perempuan, stop being inferior on your face and body. God never fail making something. You are rainbow, but he is (maybe) colorblind (on you). Kita cantik, tapi mungkin mereka yang nggak suka atau beranggapan kita nggak cantik nggak bisa melihat kecantikan kita. Atau mungkin, mereka belum menyadarinya aja.

Menjadi tidak kurus atau tidak tinggi atau tidak putih atau tidak berambut panjang atau tidak berambut baday atau tidak tirus atau tidak punya senyum yang manis atau tidak punya alis, dan tidak lain-lainnya bukan sebuah kesalahan. So stop saying "Ya maaf aku kan nggak cantik."

Kalau laki-laki yang kamu suka tidak suka kamu karena fisik, it's okay, someday you will be rainbow for the right person. Yes, you will be rainbow for the right person. You'll be his favorite color no matter how you are.


You will be perfect for the one who deserves you (r.h. Sin)